Senin, 14 Maret 2011

REVISI UU 39 / 2004

HARUS SEGERA DISELESAIKAN


Beberapa kasus lian seperti kasus Ceriyati tak berpenghujung dengan rasa keadilan bagi buruh migrant. Belum ada sanksi hukum bagi Ivone Sew, majikan Ceriyati yang mungkin saat ini juga telah kembali memperkerjakan pembantu rumah tangga (PRT) migran dari Indonesia.
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) TKI Komisi IX DPR Abdul Aziz Suseno (F-PKS) melihat permasalahan ini diibaratkan sudah terakumulasi sangat banyak dan ini bisa diseleisaikan kalau revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Kerja Indonesia segara diselesaikan.
Revisi UU ini merupakan usul inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2010.
Menurut Aziz, revisi UU ini memang harus dilakukan dan segera diselesaikan, karena terlalu banyaknya porsi yang diberikan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) untuk melaksanakan semua kegiatan, sehingga porsi pemerintah sangat minim terutama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2TKI).
            Kedepan, PPTKIS diberikan batasan tertentu, tidak semua dikerjakan PPTKIS. Kalau peran PPTKIS dikurangi, mudah-mudahan permasalahan TKI ini bisa diselesaikan.
Disini, peran pemerintah khusus BNP2TKI dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus mempersiapkan semua jajarannya, khususnya para pengawa, terutama daerah-daerah sebagai kantaong pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
            Sebab, selama ini yang kita lihat, banyak calo-calo yang berkeliaran di daerah-daerah sebagai kantong pengirim TKI dan biasanya disinilah pertama timbulnya permasalahan itu. Dengan memberikan peran yang besar kepada BNP2TKI, diharpakan calo-calo ini dapat dihilangkan, paling tidak dapat diminimalizir.
            Selama ini Dinas Tenaga Kerja di daerah belum sepenuhnya siap melakukan pengawasan. Hal ini disebabkan Sumber Daya Manusia (SDM) pengawasannya yang sangat minim dan kurang. Bahkan pekerja yang sudah terlatih dan mempunyai pengalaman, malahan pindah ke dinas lain yang notobene lebih menjanjikan. “Inilah salah satu permasalaha ini timbul, karena kurangnya pengawasan.

Permasalahan Sangat Kompleks
Permasalahan TKI ini sangat kompleks, kalau kita ingin memperbaiki harus ada niat mau memperbaikinya bersama-sama secara kolektif. Kalau hanya Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Komisi IX DPR saja tentunya tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan ini. Disini harus melibatkan lintas sector dari Kementrian Luar Negeri, Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya untuk bersama-sama saling bahu membahu dengan niat yang sama untuk menyelesaikan permasalah TKI di luar negeri. Bagaimana mungkin tidak bahu membahu, di daerah pemilihannya, Madura yang juga tidak termasuk kantong pengiriman TKI ke luar negeri, banyak kejadian orang Madura menjadi TKI ke luar negeri, diberangkatkan bukan dari daerah asalnya, tetapi dari Jawa Barat. Sehingga misalkan TKI tersebut terjadi kasus atau meninggal dunia akan sangat sulit sekali melacaknya, karena paspornya berasal dari Jawa Barat. “ini kan lucu dan biasanya ini ulah para calo dan PPTKIS”.

Peran BNP2TKI Dimaksimalkan
Dengan banyaknya kasus TKI yang dianiaya, sudah saatnya porsi BNP2TKI dimaksimalkan. BNP2TKI inilah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap masalah TKI ini. Karena badan dibentuk dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dan penempatan TKI Jadi badan inilah yang seharusnya bertanggungjawab mulai dari awal sampai proses penempatan dan perlindungan. “Kita akan melihat apakah BNP2TKI dapat melaksanakan tugas itu dengan baik dari sebelumnya”. 
            Memang disadari sebelum terbit Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2010 ada dualisme antara BNP2TKI dengan Dirjen Binapenta Kemenakertrans. Wewenang BNP2TKI kurang leluasa dan Dirjen Binapenta juga merasa setengah hati karena di sutu banyak mafia yang memainkan peran.
            Seperti dalam perekrutan, banyak permainan yang tidak sehat termasuk pemalsuan umur, pemalsuan tempat tinggal dan pemalsuan lainnya. Sebelumnya, BNP2TKI kurang diberi keleluasaan, dan terbatasan wewenang inilah yang harus diubah.
            Jika secara cermat, Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2010 masih banyak point-point yang setengah hari. Beberapa pasal tidak disebutkan secara tegas, sehingga dalam implementasinya di lapangan timbul permasalahan-permasalahan.
            Melihat banyaknya permasalahan TKI, menilai pemerintah lambat dalam mengatasi ini. Dan ini bukanlah semata-mata kesalahan Menaker. Bahkan dia merasa kasihan jika menteri terus-terusan dijadikan bemper, seolah-olah menteri tidak tegas dan tidak bisa berbuat apa-apa.
            Kesalahan ini sebelnya sudah terlalu banyak dan kesalahan kolektif, jadi kalau tidak diselesaikan bersama-sama dan adanya kemauan yang kuat untuk kebaikan ini akan selalu terulang kembali.
            Belajar dari Negara lain, kita tidak perlu malu meniru Negara Asia lainnya seperti Philipina yang juga cukup banyak mengirimkan tenaga kerjanya ke luar negeri. Philipina punya peraturan yang bagus untuk melindungi tenaga kerjanya di luar negeri. Dalam pengurusannya tenaga kerjanya ke luar negeri, philipina sangat serius mempersiapkan dan melayani tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri.
            Karena kekonsistennya dalam mengurus tenaga kerjanya ke luar negeri, kasus yang menimpa tenaga kerja Philipina jauh lebih sedikit dibandingkan TKI kita. UU Nomor 39 Tahun 2004 secara garis besar sudah baik, namun seiring dengan perkembangan jaman, ada pasal-pasal yang perlu dilakukan revisi. Memang diakui untuk mengambil langkah cepat dalam mengatasi permasalahan ini dengan merivisi undang-undang akan memakan waktu cukup lama.
            Langkah tercepat  untuk mengatasi permasalahan permasalahan dengan memberlakukan moratorium atau penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Dewan juga telah mendesak pemerintah untuk mengeluarkan moratorium ini, walaupun keputusan ini belum menjadi keputusan bersama.
            Fraksinya sendiri sepakat dikeluarkan moratorium, karena dengan diberhentikannya pengiriman sesaat, sebaiknya kita berbenah diri, melakukan koreksi, introspeksi, harus bagaimana cara menyikapi permasalahan ini dengan sebijaksana mungkin.
            Karena selama ini, pemerintah selalu bersikap sama, kalau sudah ada masalah semua saling lempar tanggung jawab. Siapapun yang jadi menteri, kalau aturannya masih  seperti ini dan tidak ada keseriusan dair pemerintah, dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri  dan instansi terkaitnya lainnya untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan ini, maka permasalahan ini tak akan kunjung habisnya.
            Kerjasama dan tanggung jawab ini harus ditanamkan betul pada setiap aparat yang bertugas, karena jangan sampai Menakertrans mengeluarkan moratorium pada salah satu Negara, tapi imigrasi tetap mengeluarkan paspor, sehingga para TKI tetap dapat berangkat ke Negara yang dituju.

Referensi : Parlementaria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar